Poligami Dalam Islam

Poligami Dalam Islam
     Sesungguhnya Allah Ta'ala sangat bijaksana terhadap hamba-Nya. Syariat-syariatnya kaya dengan ketentuan hukum, dipenuhi faedah bagi hamba, memadukan semua manfaat dan dapat menghadang bahaya. Sebagaian orang sudah menyadari hikmah Tuhannya dalam beberapa hukum syariat, Tapi setiap orang Mukmin tentu percaya dengan adanya hikmah ini. Sedang orang kafir pasti mengingkarinya. Karena mereka tidak mengetahui hikmah dalam sebagian syariat itu, maka mereka pun melancarkan serangan yang gencar dan mengguncang keyakinan orang-orang mukmin. Banyak orang yang berbuat seperti ini dan masih banyak yang berbuat yang seperti itu. Yang perlu disayangkan, karena faktor kelemahan dalam landasan berfikir, ada juga diantara orang-orang Islam yang mengekor pendapat mereka dan ikut-ikutan menyerang syariat Allah yang sudah terang. Padahal Allah Ta'ala telah berfirman :

وَمَن يَتَبَدَّلِ الْكُفْرَ بِالْإِيمٰنِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَآءَ السَّبِيلِ

"Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus. (Q.s Al-Baqarah : 108)

     Orang yang mencela dan menyerang ketentuan Allah. Masih layakkah ia memiliki iman? Dimanakah imannya?

     Yang perlu diperhatikan oleh para fuqaha dan orang-orang yang harus menerapkan ketentuan hukum Allah, hendaklah mereka menyebarkan prinsip-prinsip agama yang dilandasi dengan ilmu dan pengetahuan menerut kemampuan mereka. Untuk meneguhkan hati orang yang lemah dan menerangi akal. Yang penting lagi ialah menyeru orang yang setengah-setengah, agar ia kembali ke rengkuhan iman kepada Allah.

     Masalah poligami dalam islam telah membangkitkan serangan orang-orang yang tidak setuju, berupa kritik yang tajam. mereka meniupkan semburan perlawanan dan menyerang agama kita. Maka, kita perlu memiliki seperangkat pengetahuan untuk menghadang serangan mereka itu.

     Allah mengutus Nabi-Nya, Muhammad saw., untuk mengharamkan semua bentuk perbuatan keji dan tidak terpuji. Maka, disana tidaj ada zina, homoseks di antara sesama laki-laki dan perempuan (lesbi) antara wanita dengan wanita, apalagi bersetubuh dengan hewan. Tidak ada perkawinan yang rusak, seperti yang terjadi sebelum kerasulan. Islam hanya mengenal persetubuhan yang dihalalkan terhadap istri. Dengan adanya pembatasan hukum ini, dimaksudkan untuk menjaga kesehatan badan, kehormatan, menjaga ummat, individu dan sosial dari kotoran yang dapat mendatangkan kebinasaan.

     Islam telah datang. Sementara saat itu manusia sudah mengenal seperti yang mereka kenal sebelumnya, bahwa seorang laki-laki mempunyai hak untuk menikahi wanita manapunyang dikehendakinya, tanpa ada batasan jumlah tertentu, tanpa keadilan diantara istri-istrinya. Lalu islam datang meluruskan kebiasaan ini, membatasi empat orang istri. Islam tidak melarang laki-laki mempunyai empat orang istri, tapi juga yidak mewajibkannya. Sebab bila dilarang atau diwajibkan, tentu kesulitan untuk melaksanakannya. Maka, hal ini diletakkan pada posisi mubah. Tapi tetap ada batasan yang diwajibkan, yaitu berbuat adil di antara istri. Siapa saja yang merasa cukup dan mampu untuk melakanakannya, maka dia diperbolehkan melakukannya. Apabila tidak mampu, cukup satu istri saja. Hal ini lebih selamat dan lebih bijaksana.

     Poligami dilarang bila tidak mampu bebrbuat adil. Meskipun orang yang berpoligami sudah mengerti firman Allah :

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِى الْيَتٰمَىٰ فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنَىٰ وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوٰحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمٰنُكُمْ ۚ ذٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُوا

     "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (Q.S. An-Nisa' : 3)

Andaikat oarang-orang yang melakukan poligami memahami ayat ini, maka mereka akan berbuat menurut batas tertentu, atau cukup satu saja. Jika memang keadilannya dapat mendatangkan ketenangan dan menyingkirkan penderitaan, maka janganlah poligaminya itu memancing komentar para musuh islam, karena ia memperlakukan para istrinya dengan perlakuan yang kurang baik. Sebab, bila mereka mengetahui hal ini, tentu mereka akan melancarkan serangan yang gencar terhadap islam.

     Kita perlu mengungkap hikmah poligami yang dimubahkan ini, sebagaimana yang telah ditetapkan Allah :

     Pertama : Kaum laki-laki dapat membuahi sepanjang hidupnya. Sedang bagi wanita tidak sanggup membuahi lagi bila umurnya sudah mencapai sekitar lima puluh lima tahun. Ia tidak hamil karena sudah memasuki masa menaphause. Sekuat-kuat wanita membuahi untuk dua puluh anak, maka kekuatan itu masih seperempat kekuatan laki-laki untuk membuahi. Seorang laki-laki mampu membuahi wanita untuk delapan puluh anak, meskipun banyak manusia yang kurang tertarik dengan jumlah ini. Tapi bagi orang-orang yang kaya khususnya. menginginkan jumlah anak yang banyak. Bahkan banyak ummat yang menghendakinya. Sebab diantara faktor yang mendukung suatu kemenangan adalah jumlah yang banyak. Orang Arab cenderung memiliki keturnan yang banyak, sehingga mereka banyak tersebar di mana-mana. Barang siapa yang memperhatikan ini, tentu dapat mengetahui rahasia hikmah poligami dan menyadari manfaatnya. Dalam ebuah syair disebutkan :

     "Memang tak kuhitung berapa banyak jumlahnya
     tapi pada yang banyak kemuliaan tercipta."

     Kita dapat melihat jumlah personil yang banyak, sehingga dapat membantu kemenangan dalam peperangan. Berarti banyak orang islam sangat membutuhkan jumlah personil yang banyak.

     Kedua : Kaum laki-laki mengawini wanita untuk mengharapkan keturunan. Ini merupakan tujuan pokok dari sebuah perkawinan. Mungkin ia mengawini wanita yang mandul, sehingga tidak dapat melahirkan anak, sementara sang suami menghendaki keturunan tapi juga tidak ingin menceraikan istrinya yang mandul itu, karena ia mencintai dan kasihan kepadanya, Bila keadaan seperti ini, mau tidak mau harus mengawini wanita lain agar dapat memberinya keturunan yang menyenangkan hatinya. Sementara istri pertama masih tetap dapat mereguk kenikmatan perkawinan.

     Ketiga : Tidak sedikit kaum laki-laki yang belum terpuaskan dalam menyalurkan nalurinya kepada satu orang wanita (istri), sedang mereka tidak mau menyalurkan dorongan seksnya kepada selain istrinya. Maka, bila tidak dibukakan pintu pernikahan yang benar, tentu mereka akan terjerumus dalam perbuatan zina. Dengan demikian, kehormatan dirinya terkubur, agama dan akhlaknya menjadi sirna.

     Keempat : Adakalanya kaum laki-laki menikahi wanita karena ia mempunyai dorongan seksual yang selalu menggelora, sehingga ia perlu sesering mungkin menyalurkan dorongan seksnya itu. Sedang istrinya tidak mampu melayaninya terus menerus. Lalu apa yang dilakukannya untuk mengenyangkan nalurinya itu? Bukankah ia dapat terjerumus dalam perbuatan zina bila tidak dibukakan pintu pernikahan yang lain?

     Kelima : Kadang-kadang seorang wanita mengalami haid hingga sepuluh hari atau bahkan lebih, sebagaimana yang dikatan Imam Hanafi dan Syafi'i. Nifas harus dijalani selama empat puluh hari menurut Hanafi dan enam puluh hari menurut Syafi'i. Pada saat-saat seperti itu, laki-laki tetap memiliki dorongan seks yang selalu menggelora. Sementara Allah mengharaman laki-laki menggauli istrinya yang sedang Haid dan Nifas. Lalu apa yang akan diperbuat laki-laki pada saat itu? Dia harus bersabar ataukah menggauli istrinya dengan menerjang ketentuan syariat, menanggung dosa dan bahaya menunggunya? Padahal yang mampu bersabar hanyalah orang-orang yang kuat agamanya.

     Keenam : Kadang kaum laki-laki jauh dari istrinya, sehingga ia terpaksa kawin lagi di tempatnya yang baru, agar ia tidak terjerumus dalam perbuatan zina.

     Ketujuh : Di setiap negara, jumlah wanita lebih banyak dari pada jumlah laki-laki. Perbedaan ini semakin mencolok setelah meletus peperangan yang menelan korban beribu-ribu, bahkan berjuta-juta kaum laki-laki. Maka, jumlah wanita yang belum pernah memasuki pernikahan pun masih banyak. Andaikata mengawini lebih dari satu wanita dilarang, maka haruskah para wanita perawan itu menderita karena tidak dapat mereguk kenikmatan nikah, dan mereka harus puas menjadi pembantu di rumah makan, pekerja di pabrik atau tempat penginapan? Tidak jarang mereka akhirnya menjual kehormatan dirinya dengan harga yang sangat murah. Manakah rahmat bagi wanita apabila dibukakan bagi mereka pintu penderitaan dan kehinaan, sedang pintu ketenangan dan kehidupan berumah tangga ditutup?

     Kedelapan : Poligami dapat memperbanyak jumlah orang islam, dan inilah yang disenangi Rasulullah saw., beliau bersabda: "Saling menikahlah pasti kamu akan menjadi banyak. Sesungguhnya aku bangga kepadamu, karena banyaknya umat pada hari kiamat."

     Inilah yang dapat kami sebutkan tentang hikmah poligami. Tentunya hikmah yang kami sebutkan ini sudah cukup banyak yang jelas. Allah mengetahui segala sesuatu dan anda tidak mengetahui. Adakah sesudah ini masih ada seseorang yang hendak mengatakan, bahwa poligami itu buruk?

     Kami ajukan pertanyaan ini kepada orang yang berakal sehat dan memiliki jiwa yang suci, bukan kepada orang-orang yang biasa berkubang dalam kesesatan. Kami memohon kepada Allah melimpahkan afiat kepada kami dan kepada mereka semua serta melindungi dari penyimpangan.

     Yang Aneh, sebagian orang yang suka berbuat lancang kepada Allah, menebarkan kerusakan. Mereka berdalil - secara tidak benar - dengan sepotong ayat yang menentang diperbolehkannya poligami. Ayat itu adalah, "Kemudian, jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja." juga firman-Nya, "Sekali-kali kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu), meskipun kamu sangat ingin berbuat demikian."

     Jadi, apakah poligami tidak diperbolehkan karena ada syarat harus adil? atau syarat harus adil ini menafikan poligami? Anggapan seperti itu menunjukkan kebodohan dalam menafsiri ayat, apalagi yang sudah jelas pengaruhnya. Ucapan seperti itu menunjukkan kedangkalan memahami firman Allah. Sebab, ia hanya berlandaskan pada sebagian dari ayat yang seakan bertentangan. Padahal Allah sudah memperingatkan:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللَّـهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلٰفًا كَثِيرًا

     "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya." ﴾ An Nisaa:82 ﴿
 
     Tidak ada pertentangan dalam firman Allah. Akal merekalah yang bertentangan. Adil dalam firman-Nya itu adalah keadilan yang bersifat wajib dalam pembagian di antara istri, entah itu berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, rumah dan dalam perlakuan, bukan dalam masalah jimak. Karena aktivitas dan gelora tidak dapat langgeng (kekal).

     Sedang adil dalam firman Allah, " Sekali-kali kamu tidak akan dapat..., " adalah adil dalam masalah cinta kasih dan kecenderungan hati, apalagi yang bukan pilihannya sendiri. Ketidak mampuan suami berbuat adil dalam membagi cintanya karena bukan karena pilihan hatinya sendiri, bukan berarti menafikan kemampuannya berbuat adil dalam pembagian yang tidak mungkin ia elakkan. Maka kelanjutan ayat tersebut, agar suami tidak terlalu condong kepada yang dicintai, sehingga istri yang lain dibiarkan terlantar dan terkatung-katung. Ayat ini diturunkan kepada Nabi saw., orang yang paling mengetahui penafsirannya. Sehingga beliau tetap memberi bagian kepada masing-masing istrinya dan mampu berbuat adil. Maka dari itu beliau bersabda, "Ya Allah, inilah pembagianku menurut apa yang kumili. Maka, janganlah Engkau hukum aku menurut apa yang Engkau miliki, sedang aku tidak memilikinya." Yang dimaksudka disini adalah rasa cinta.

     Sebab, sebagaimana yang diketahui, Aisyah adalah istri yang paling dicintai Rasulullah saw. Begitu pula yang dilakukan orang-orang salaf dalam menafsiri ayat tersebut menurut pengertiannya yang benar. Maka, mereka pun melakukan poligami.

     Yang jelas, poligami diperbolehkan, asal mampu berbuat adil, dan kezamilan dalam berpoligami diharamkan.

     At-Tirmidzi mentakhrij dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda,  " Barang siapa yang mempunyai dua istri dan tidak berbuat adil di antara keduanya, maka pada hari kiamat ia datang, sedang kemaluannya dalam keadaan miring." karena selagi di dunia ia berbuat zalim.

     Ketika menikahi istri yang baru, seorang suami diperbolehkan menetap di rumahnya selama tujuh malam apabila gadis, dan tiga malam bila janda. Abu Qilabah meriwayatkan dari Anas r.a., bahwa ia berkata, "Termasuk Sunnah, apabila menikahi seorang gadis, ia menetap padanya selama tujuh malam, lalu membagi seperti itu pula. Dan apabila menikahi janda, ia boleh menetap tiga hari bersamanya, lalu membagi seperti itu pula." Abu Qilabah berkata, "Kalau boleh aku mengatakan, bahwa sesungguhnya Anas sudah memarfu'kannya kepada Nabi saw. Hal ini juga ditahrij oleh Al-Bukhari."



0 comments:

Post a Comment

Poligami Dalam Islam