Syirkah

Syirkah
     Syirkah (persekutuan) menurut bahasa berarti percampuran. Sedang menurut Syara' ialah hak dua orang atau lebih yang ada pada satu barang secara merata.

     Dasar dari syirkah ialah sabda Nabi saw.:

قَالَ اللّٰهُ تَعَالٰى : اَنَاثَالِثُ الشَّرِيُكَيْنِ مَالَمْ يَحُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، فَاِذَا خَانَ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا

Artinya :
"Allah Ta'ala berfirman: " Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang bersekutu selagi yang satu tidak berkhianat terhadap yang lain. Kalau dia berkhianat terhadapkawannya, maka Aku pun keluarlah dari persekutuan mereka. "1)

MACAM-MACAM SYIRKAH

Syirkah ada dua macam :
  1. Syirkah Abdan (persekutuan kerja)
  2. Syirkah 'Inan (persekutuan modal)

     Persekutuan yang pertama, yakni Syirkah Abdan adalah batal, tak boleh dilakukan. Contohnya persekutua antara dua orang tukang kayu, dua orang pandai besi, dua orang kuli pemanggul barang dan lain-lain untuk bekerja sama. Semua itu batal, baik nama kasabnya sama atau berbeda, dan juga baik jenis pekerjaan yang dikerjakan itu sama seperti sama-sama pandai besi dan sama-sama tukang kayu, maupun berbeda seperti penjahit pakaian penenun.

     Kenapa jenis syirkah ini tidak disahkan, hal itu karena masing-masing sekutu sebenarnya mengerjakan sendiri pekerjaannya sehingga tidak bisa dikatakan bersekutu, dan oleh karenanya harus dibedakan ukuran pendapat masing-masing.

     Namun begitu, ada pula yang memperbolehkan Syirkah Abdan ini, seperti Imam Malik. Menurut beliau Syirkah ini boleh, asal jenis pekerjaan itu sama. Bahkan lebih dari itu, Imam Abu Hanifah secara mutlak memperbolehkan syirkah Abdan.

     Jenis persekutuan yang kedua ialah Syirkah 'Inan (persekutuan modal). 'Inan artinya tali kekang. Persekutuan modal disebut Syirkah 'Inan, karena dalam persekutuan ini sekutu-sekutunya sama-sama membatalkan akad, sama -sama membelanjakan harta masing-masing dalam modal, persi samanya kedua ujung tali kekang.

     Persekutuan jenis yang kedua ini, boleh hukumnya, berdasarkan hadits tersebut di atas, dan karena sudah terjadi ijmak atas keabsahannya.

SYARAT-SYARAT SYIRKAH 'INAN

     Untuk sahnya Syirkah 'Inan ada syarat-syarat yang wajib dipenuhi :
  1. Modal hendaknya berupa uang (emas atau perak atau yang sehukum dengannya) atau barang yang biasa ditimbang atau ditakar. Karena barang yang ditimbang dan ditakar itu kalau sudah bercampur dengan yang sejenis maka berbaur betul-betul hingga tak bisa di sendiri-sendirikan, jadi seperti uang. Maka dari itu modal Syirkah bisa berupa jelai, gandum, beras, gula dan sebagainya, dan tidak sah dengan bangunan. Karena bangunan itu tak bisa berbaur dan tetap berdiri sendiri-sendiri, dan begitu pula modal tetap lainnya seperti tanah, rumah dan lain-lain.
  2. Campuran modal itu sejenis dan sifatnya pun harus sama. Jadi tidak sah kalau campuran itu terdiri dari dua barang yang berlainan jenis, dan begitu pula yang berbeda sifatnya, seperti yang satu bersih, yang satu lagi kotor. Karena kalau begitu berarti masih bisa dibeda-bedakan. Padahal dalam Syirkah, kedua modal yang sudah dicamurkan itu hendaknya tak bisa dibeda-bedakan yang satu dari yang lain. Dan kalau itu terjadi maka Syirkah pun menjadi rusak, karena terdapat tamyiz di mana salah seorang sekutu bisa mengambil barangnya sendiri namun tetap terbawa olehnya barang kawannya tanpa hak.
  3. Campuran modal itu berbaur betul-betul, sehingga tak bisa dibedakan lagi mana milik si Anu dan mana milik yang lain. Pembauran seperti ini adalah bila keluarnya dari masing-masing sekutu asalnya sendiri-sendiri. Adapun kalau terwujudnya modal itu secara bersamaan, seperti halnya kalau sekutu-sekutu itu membeli bersama-sama sebuah barang lalu dijadikan modal syirkah,atau modal itu diperoleh bersama dari harta warisan, maka itu bolehlah. karena dalam hal ini persyaratan sudah terpenuhi, yakni pembauran yang tak bisa dibeda-bedakan.
  4. Masing-masing fihak fihak mengizinkan kepada yang lain untuk menjalankan harta syirkah, sehingga dengan adanya keizinan itu masing-masing punya hak untuk menggunakan wewenang atas harta bersama itu. Namun begitu, hendaknya diketahui bahwa tindakan seorang sekutu dalam syirkah adalah seperti sikap seorang wakil, ia berkewajiban memelihara kelancaran syirkah. Maka hendaknya jangan menjual barang secara bertangguh, atau terlalu murah, dan juga jangan bereprgian jauh kecuali dengan izin sekutu yang lain.
  5. Labanya dibagi sesuai adar harta masing-masing sama atau berbeda. Karena kalau kita mengambil sebagian dari laba lalu kita berikan kepada salah seorang sekutu sesuai dengan kadar jerih-payahnya, maka akad Syirkah menjadi kacau karena bercampur dengan sistem Qiradh. Kekacauan seperti itu tentu saja tak boleh terjadi. Dan sebagaimana tak seorang pun boleh mempersyaratkan akan menanggung sendiri sebagian dari kerugian, maka demikian pula tidak boleh mempersyaratkan minta sebagian dari laba di luar kadar hartanya dalam modal.

         Memang ada sebagian Ulama yang memperbolehkan cara seperti itu. Mereka menganggap syirkah mirip dengan Qiradh. Jadi, karena dalam Qiradh sekutu kerja - demikian istilah mereka - mendapat bagian dari laba, maka apalagi dalam syirkah. Kerja dalam syirkah pun patut diberi imbalan. Imbalan itu diberikan sebagai ganjaran atas kerjanya yang lebih tekun dibanding dengan sekutu yang lain. Karena nyatanya manusia itu berbeda ketekunan kerja masing-masing, seperti perbedaan mereka di bidang lain.

         Dan akhirnya perlu juga diketahui, bahwasanya kalau kadar harta masing-masing dalam modal berbeda, tapi ada syarat supaya labanya dibagi rata, maka otomatis akad syirkah menjadi batal. (Ini di luar ketentuan tentang imbalan kerja. -pent). Dan  demikian pula kalau terjadi kerugian. Seperti halnya laba, kerugian pun dibagi rata sesuai dengan kadar harta masing-masing.

HAK MASING-MASING SEKUTU DALAM SYIRKAH

     Masing-masing sekutu dalam syirkah punya hak mencabut kembali akad persyerikatan kapan saja dia kehendaki. Karena syirkah itu akad permufakatan. Maka untuk bubar pun boleh, seperti halnya mewakilkan.

     Dan sebagaimana masing-masing punya hak untuk mengundurkan diri seperti itu, maka dia punya hak untuk memecat kawannya.

     Kalau salah seorang mati bagaimana? Bila terjadi kematian pada salah seorang sekutu, maka syirkah pun dengan sendirinya bubar.

     Dan demikian pula kalau salah seorang kemudian gila atau hilang akal, maka dihukumi sama dengan mati. Karena sama-sama tidak layak lagi menggunakan wewenangnya.

     Terakhir, bahwasanya tangan masing-masing sekutu dalam syirkah adalah pemegang amanat dari yang lain.

SAHAM DAN OBLIGASI

     Modal syirkah bisa juga dibagi dalam beberapa saham, atau berupa obligasi.

     Syirkah model pertama, yakni yang modalnya dibagi menjadi saham-saham itu diizinkan agama. Karena laba maupun rugi dalam syirkah seperti ini didasarkan pada kadar harta masing-masing. Artinya tiap-tiap sekutu bisa menerima bagiannya dari laba, tapi bisa menanggung bagiannya dari kerugiannya.

     Lain halnya dalam sistem yang kedua, yakni syirkah yang modalnya dibagi dalam bentuk surat-surat obligasi. Ini tidak boleh. Karena prinsipnya disini, seorang pemegang obligasi berhak menarik hartanya senilai yang tercantum dalam surat obligasi (kupon) itambah keuntungan yang dijanjikan disana, berdasarkan panjang pendeknya waktu. Pemegang obligasi tak mau tahu, apakah persekutuan itu berlaba atau rugi. Oleh karena itu, keuntungan obligasi adlah riba. Adapun dasarnya adalah sebuah kaidah dalam islam :

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ نَفْعًا لِلْمُقْرِضِ فَهُوَ رِبًا

Artinya:
     "Setiap pinjaman yang menarik keuntungan bagi si pemberi pinjaman adalah riba."

________________________
1) H.R. Abu Daud dan Al-Hakim, Ma'na hadits, bahwa penghianatan menyebabkan harta mereka tidak mendapat berkah.


Source : Fiqih Wanita Hal :503-507



0 comments:

Post a Comment

Syirkah